Kisah seorang Al-Lala. Sebuah sebutan bagi abdi pengurus putra-putri sultan di era Mamalik.
|
Di sudut istana, dari atas singgasananya Sultan Jaqmaq menitahkan penangkapan Jauhar Al Lala seorang abdi setia milik Sultan Barsbay —penguasa sebelumnya. Jauhar didakwa berperan penting dalam pelarian Barsbay dan Aziz, putra mahkotanya. Ia dikirim ke sebuah penjara khusus sejawat politik di teras Mediterranea, Alexandria.
Di sudut bui, Jauhar meringkuk. Ingatannya kembali pada hari-harinya ditahan pada masa Sultan Al Muayyad Syekh. Ia pernah dipenjara bersama sang tuan Barsbay tatkala belum naik takhta. Hal ini yang membuat lamunannya melayang terbang mengingat hari-harinya menjadi "Al Lala", sebutan bagi abdi yang mengurus putra-putri sultan.
Jauhar Al Lala teringat Aziz, Yusuf, dan Muhammad, para putra Sultan Barsbay. Ketekunannya mendidik putra-putra istana membuatnya mendapat tempat di hati sultan. Hingga suatu hari Jauhar bukan hanya mendapat gelar "Al Lala". Sang sultan memberikan tugas lain yang tak kalah vital bergelar "Zimam Dar", penanggungjawab perihal permaisuri dan para selir.
Ia yang dulu dikenal dengan nama Jauhar Al Gulbani —nisbat pada tuan yang mendidik dan membebaskannya— kini harus menghabiskan masa tuanya di penjara Alexandria. Matanya nanar menatap entah pada suatu apa. Sepertinya ia mencoba mengingat masa-masa di Tanah Suci bersama tuan pertamanya Umar Bahadur Al Musyarraf. Bahadur yang mendidiknya sedari kecil memberikan sahaya berkulit legam hitam ini pada Ahmad Al Gulbani salah seorang pembesar di negeri Mesir.
Lamunannya mendadak bubar demi derap langkah sipir penjara yang membawa titah. Kabar bahagia. Namun, tak selang surat disampaikan tak ada senyum setitikpun tersimpul. Jauhar hanya bergegas berkemas untuk segera kembali menghabiskan masa tuanya.
Nampaknya ia paham betul bahwa tidak ada yang berbeda dengan titah pembebasannya. Sahaya berdarah Etiopia ini sadar apatah beda antara di dalam atau di luar penjara. Yang ada hanyalah hari-hari akhirnya yang sesekali ia gunakan untuk merajut ingatan mengasuh putra-putri istana.
A tribute to Jauhar Al Lala. Wafat 842 Hijriah.#masisir #kupretistducaire
Jauhar Al Lala teringat Aziz, Yusuf, dan Muhammad, para putra Sultan Barsbay. Ketekunannya mendidik putra-putra istana membuatnya mendapat tempat di hati sultan. Hingga suatu hari Jauhar bukan hanya mendapat gelar "Al Lala". Sang sultan memberikan tugas lain yang tak kalah vital bergelar "Zimam Dar", penanggungjawab perihal permaisuri dan para selir.
Ia yang dulu dikenal dengan nama Jauhar Al Gulbani —nisbat pada tuan yang mendidik dan membebaskannya— kini harus menghabiskan masa tuanya di penjara Alexandria. Matanya nanar menatap entah pada suatu apa. Sepertinya ia mencoba mengingat masa-masa di Tanah Suci bersama tuan pertamanya Umar Bahadur Al Musyarraf. Bahadur yang mendidiknya sedari kecil memberikan sahaya berkulit legam hitam ini pada Ahmad Al Gulbani salah seorang pembesar di negeri Mesir.
Lamunannya mendadak bubar demi derap langkah sipir penjara yang membawa titah. Kabar bahagia. Namun, tak selang surat disampaikan tak ada senyum setitikpun tersimpul. Jauhar hanya bergegas berkemas untuk segera kembali menghabiskan masa tuanya.
Nampaknya ia paham betul bahwa tidak ada yang berbeda dengan titah pembebasannya. Sahaya berdarah Etiopia ini sadar apatah beda antara di dalam atau di luar penjara. Yang ada hanyalah hari-hari akhirnya yang sesekali ia gunakan untuk merajut ingatan mengasuh putra-putri istana.
A tribute to Jauhar Al Lala. Wafat 842 Hijriah.#masisir #kupretistducaire
Write a comment
Post a Comment