Ialah nama salah-satu gang di distrik Gamaliya.
Seperti lazimnya gang-gang tua di Kairo, nama ini merujuk pada elemen masyarakat yang menghuni. Haret al-Mabyada bisa dialih-bahasakan menjadi Gang Tukang Patri Panci.
Patri-Panci (nambal, melapisi, atau sekedar membersihkan kerak) merupakan satu dari sekian kerajinan tradisional yang bisa dikata sudah punah sejak 50-an tahun yang lalu. Aluminium, Stainless, dan logam-logam lain yang lebih murah dan tahan lama membuat tembaga semakin tak terlihat.
Ibu-ibu rumah tangga memilih membuang pancinya yang berlubang nan usang daripada membawanya ke Tukang Panci. Terlebih aluminum & stainless sekarang ini lebih awet dengan harga terjangkau.
Lalu bagaimana nasib panci tembaga? Dan kerajinan ini? Punah.
Haret al-Mabyada kini lengang. Ada satu-dua suara bising. Tapi bukan Tukang-Panci dengan antrian yang menggunung dan semangat bekerja mengumpulkan satu demi satu receh Milliem. —1 Geneh/EGP = 1000 Milliem.
Semua tinggal kenangan.
Keringat yang mengucur adalah kebanggaan keluarganya. Semangatnya hadir dari kesadaran bahwa berpangku-tangan adalah sesuatu yang melawan nurani, bukan sebatas; itu adalah dosa yang tak diampuni. Apalah itu motif agama jika nurani kita tak kunjung peka.
Kerajinan al-Mabyada memanglah belum punah seutuhnya. Namun, mereka yang terus bertahan bukanlah mereka yang dulu mengisi hari-harinya di gang ini. Mereka sekarang bertahan sebab orang-orang kaya; kolektor berduit ingin mengisi museum pribadinya dengan seni-kerajinan yang dikatakan 'punah' itu.
Tuhan, adakah mesin waktu? Aku ingin ke belakang barang setengah abad yang lalu. Aku ingin berziarah di rumah-rumah al-Mabyada. Bertamu dan belajar tentang keringat-semangat.
Lalu menghilang tersesat (memilih) tak tau jalan pulang. Menghilang. Kembali menghilang. Menghampa sebab sejatinya aku bukan aku. Yang Ada bukanlah aku.
Yang Ada adalah Aku.
#ngedyaaaaaan #kupretistducaire #catatangamaliya
Seperti lazimnya gang-gang tua di Kairo, nama ini merujuk pada elemen masyarakat yang menghuni. Haret al-Mabyada bisa dialih-bahasakan menjadi Gang Tukang Patri Panci.
Patri-Panci (nambal, melapisi, atau sekedar membersihkan kerak) merupakan satu dari sekian kerajinan tradisional yang bisa dikata sudah punah sejak 50-an tahun yang lalu. Aluminium, Stainless, dan logam-logam lain yang lebih murah dan tahan lama membuat tembaga semakin tak terlihat.
Ibu-ibu rumah tangga memilih membuang pancinya yang berlubang nan usang daripada membawanya ke Tukang Panci. Terlebih aluminum & stainless sekarang ini lebih awet dengan harga terjangkau.
Lalu bagaimana nasib panci tembaga? Dan kerajinan ini? Punah.
Haret al-Mabyada kini lengang. Ada satu-dua suara bising. Tapi bukan Tukang-Panci dengan antrian yang menggunung dan semangat bekerja mengumpulkan satu demi satu receh Milliem. —1 Geneh/EGP = 1000 Milliem.
Semua tinggal kenangan.
Keringat yang mengucur adalah kebanggaan keluarganya. Semangatnya hadir dari kesadaran bahwa berpangku-tangan adalah sesuatu yang melawan nurani, bukan sebatas; itu adalah dosa yang tak diampuni. Apalah itu motif agama jika nurani kita tak kunjung peka.
Kerajinan al-Mabyada memanglah belum punah seutuhnya. Namun, mereka yang terus bertahan bukanlah mereka yang dulu mengisi hari-harinya di gang ini. Mereka sekarang bertahan sebab orang-orang kaya; kolektor berduit ingin mengisi museum pribadinya dengan seni-kerajinan yang dikatakan 'punah' itu.
Tuhan, adakah mesin waktu? Aku ingin ke belakang barang setengah abad yang lalu. Aku ingin berziarah di rumah-rumah al-Mabyada. Bertamu dan belajar tentang keringat-semangat.
Lalu menghilang tersesat (memilih) tak tau jalan pulang. Menghilang. Kembali menghilang. Menghampa sebab sejatinya aku bukan aku. Yang Ada bukanlah aku.
Yang Ada adalah Aku.
#ngedyaaaaaan #kupretistducaire #catatangamaliya
Write a comment
Post a Comment