Saya pernah bercerita tentang sosok penjual koran di depan masjid Al-Azhar. Kini, ia tak pernah tampak lagi.
Ummu Muhammad. |
Keluar dari salat Jumat di masjid Sidi Salih Jakfari, aku bertemu Ammu Ali penjual koran area Darrasa-Kawakib-Sidna Hussein.
"Ada majalah Azhar edisi baru, Ammu Ali?"
"Belum nyampe, besok ya!", katanya disusul bertukar nomer telpon.
Aku kembali bertanya, "Ammu Ali, di mana tempat-dagangmu sebenarnya?"
"Kalau hari Jumat aku di depan masjid ini. Kalau sudah nggak ada, berarti aku di Sinema Kawakib. Dan kalau di kafe-kafe Kawakib ini juga nggak ada, berarti aku sudah di lapakku di belakang Kusyari Syarif, ke belakang Sidna Hussein. Kau tau apa yang kumaksud kan?"
"Tau. Kau suruh aku masuk ke gang Qazzazin, depan rumah-budaya Bayt Hussein, atau belakang Sayyidah Fatimah Ummul Ghulam pun aku datangi, Ammu!"
"Lha itu! Kau tau St. Ummul Ghulam juga ternyata ya! Iya itu depan Bayt Hussein ada gang masuk saja. Aku ada di situ. Tapi telpon saja biar kau tidak kecewa; sebab kau datang ke situ dan aku tidak ada."
............................
"Ammu Ali, kau tau Ummu Muhammad?"
"Iya. Ada apa?"
"Di mana dia sekarang?", tanyaku.
"Dia sudah tidak di sini. Sudah sakit-sakitan. Sekarang dia di kampungnya di Monufiyah. Dia benar-benar sudah sakit-sakitan! Semoga Allah memberikan kesembuhan bagi setiap yang sakit."
"Amiin. Amiin Ya Rabb. Terima kasih, Ammu Ali. Aku tunggu kabar majalah Azharnya. Mulai sekarang aku berlangganan padamu ya!"
"Dengan senang hati, Nak!", pungkasnya disusul bergegas pulang.
Catatan 2 tahun lalu tentang Ummu Muhammad.
Write a comment
Post a Comment