(FOTO: sampul depan buku Indonesia X-Files) |
Buku ini mengisahkan sederet kasus-kasus lama yang ia coba kritik sesuai dengan tagline-nya: Mengungkap Fakta dari Kematian Bung Karno sampai Kematian Munir.
Buku
yang dibagi enam bab ini disampaikan dengan bahasa ringan meski
kompleks sekali dengan istilah kedokteran, terlebih forensik. Namun,
beberapa poin hampir pasti dijelaskan oleh penulis bahkan terkesan sering
diulang seperti pada penjelasan "4 Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pemeriksaan Forensik". Selain itu, berkali-kali ia sebagai penulis menegaskan bahwa visum et repertum (keterangan
dokter forensik) yang dibuat pada kasus "abu-abu" acap kali janggal,
seperti tidak tepatnya penggunaan mekanisme kematian (perdarahan, mati
lemas, syok, dll.) yang dikatakan sebagai sebab. Menurutnya,
mekanisme kematian "perdarahan" (dalam hal ini kasus Marsinah) tidak
bisa memberi petunjuk perihal alat/benda yang menyebabkan korban tewas.
"Di visum itu juga ditulis sebab matinya perdarahan. Itu mekanisme kematian. Sebab mati itu ditusuk, ditembak, dicekik. Mekanisme matinya bisa perdarahan, lemas, syok. Hakimnya bilang, dari dulu di situ begitu, Dokter. Saya jelaskan, 'nih Pak Hakim, orang TBC batuk-batuk darah, lalu mati. Laporannya bukan perdarahan, tetapi TBC, 'kan? Kemudian tetanus, kejang-kejang. Laporannya tetanus, 'kan? Sama saja.", begitu kutipan salah satu dialog dalam buku ini.
Selain
menyajikan kasus-kasus semu, buku ini juga menyajikan bab tersendiri
yang berisikan pengenalan dunia forensik, landasan hukum, dan beberapa
ajakan persuasif untuk tidak menganggap autopsi (bedah mayat) sebagai
proses yang tabu demi tegaknya keadilan.
Bagi pembaca yang
sudah pernah mendengar gaya bicara dr. Abdul Mun'im Idries hampir pasti
akan merasakan kuatnya kemiripan ulasan dalam buku ini dengan gaya
tuturnya. Mengalir dan mengajak berpikir teliti. Membaca buku ini,
seperti diutarakan salah satu rekannya di mukadimah, berarti juga
melihat kepribadian penulisnya yang dinamis, sering ogah dikungkung aturan, dan oleh karenanya kerap terlihat nyeleneh.
Pada
mukadimah pertama, penasihat hukum ternama yang juga temannya,
Prof. Dr. O.C. Kaligis juga menggambarkannya sebagai seorang yang
memiliki pandangan dan sikap seperti filsuf Aristoteles terhadap filsuf
Plato, "Amicus Plato, sed magis amica veritas"--Plato adalah sahabat saya, tetapi saya lebih bersahabat dengan kebenaran.
Pada
hampir semua ulasan kasus dalam buku ini, penulis bak Sir Arthur Conan
Doyle dengan karyanya yang menjadi induk cerita bermazhab detektif: Sherlock Holmes, atau juga komikus Jepang Gosho Aoyama dengan Detektif Conan-nya.
Hanya saja, buku ini benar-benar dari kasus nyata, rekam jejak seorang
dokter forensik kenamaan Indonesia, dr. Abdul Mun'im Idries.
Sebagai
makhluk tentu tak lepas dari kekurangan. Buku ini pun memiliki sisi
kurang bagus. Misalnya pada beberapa tulisan di bagian akhir. Terdapat
beberapa tulisan yang bukan merupakan tulisan dr. Abdul Mun'im Idries
melainkan sejenis kliping dari harian nasional yang mengulas sosoknya dan
kasus yang ditangani. Untuk menyangkal sedikit kekecewaanku pada buku
ini, aku cari data lebih teliti di sampul depan dan belakang, juga
beberapa keterangan yang mengatakan bahwa buku ini memang bukan 100%
tulisannya. Tidak ada. Bahkan di keterangan copyright pun
menyatakan bahwa hak kepenulisan ialah milik dr. Abdul Mun'im Idries.
Mungkin ia memang sengaja menyertakan tulisan-tulisan dari surat
kabar itu sebagai kliping dan data tambahan.
Begitu banyak
kasus yang hingga kini masih belum tuntas dan malah ada yang hilang
ditelan bumi. Melalui buku ini dr. Abdul Mun'im Idries mengungkapkan
banyak fakta bahkan nama hingga detail kasus. Tak hanya sekali ia
mengajak untuk kembali melakukan penyidikan secara teliti, untuk "melawan lupa"
dan mengusut sampai benar-benar yang bersalah mempertanggungjawabkan
kesalahannya. Sekarang, semua kembali pada kita yang masih hidup.
Akhir
kata, buku ini layak sekali untuk dibaca seluruh elemen pemuda
Indonesia terlebih mahasiswa hukum, kedokteran forensik, aktivis HAM,
maupun sekadar pencinta Sherlock Holmes seperti sahaya.[]
Mu'hid Rahman | Kairo, 10 April 2014
Write a comment
Post a Comment